TRANSFORMASI EKONOMI INDONESIA DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL
Totok Harjanto
Abstract
Dalam konstitusi negara tujuan untuk mendirikan negara diantaranya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya meningkatkan kesejahteraan umum hanya dapat dilakukan dengan melaksanakan program pembangunan ekonomi nasional. Secara ekonomi ukuran kesejahteraan dapat diukur dari tingkat pendapatan perkapita masyarakat yang diikuti dengan perubahan struktur perekonomian negara. Semakin tinggi tingkat pendapatan perkapita maka semakin sejahtera , demikian pula dengan tingkat kecerdasannya.
Proses pembangunan ekonomi yang dilakukan sejak tahun 1970 mampu merubah tingkat pendapatan perkapita masyarakat. Pada tahun 1970 PDB perkapita rakyat Indonesia ada pada tingkat kurang US$ 100 yangdikategorikan sebagai negara miskin. Selama proses pembangunan tingkat PDB perkapita terus mengalami peningkatan  sehingga pada tahun 1995 tingkat PDB perkapita sudah mencapai US$ 1050 yang menjadikan negara kita merupakan negara dengan pendapatan menengah. Dalam kurun kaktu 25 tahun tingkat pendapatan perkapita sudah menjadi US$ 4333 sehingga menjadi kelompok negara menengah ke atas.
Proses pembangunan ini juga diikuti dengan transformasi perekonomian dari perekonomian agraris menjadi perekonomian jasa. Pada tahu 1970 peranan sektor pertanian sebesar 29,18 persen, industri 36,92 persen dan jasa 33,90 persen. Struktur ini pada tahun 2020 sudah berubah , peranan sektor pertanian menjadi 13,7 , sektor industri 31,0 dan sektor jasa 45,3 persen. Perubahan yang cepat ke arah perekonomian jasa ini terjadi dikarenakan adanya proses deindustrialisasi. Industri tidak berkembang karena banyak yang meninggalkan Indonesia . Kondisi ini tentunya sangat tidak menguntungkan bagi negara kelas menengah karena tingkat penyerapan tenaga kerja sektor jasa relatif rendah. Penyerapan tenaga kerja yang rendah pada akhirnya akan menimbulkan tingkat pengangguran yang tinggi.
Untuk itu diperlukan berbagai langkah strategis agar proses deindustrialisasi dapat ditekan seminimal mungkin. Kebijakan tersebut dapat berupa kemudahan dalam investasi sektor industri, pemberian fasilitas kredit dengan bunga murah, insentif fiskal dan kebijakan lainnya yang mampu meningkatkan investasi di sektor industri.